Rabu, 31 Oktober 2018

Dosen : Ali Muhli, SE., MM. Tugas Mata Kuliah Ekonomi Internasional. Kelompok 1. Bab 4-5 (Bagian 1)


Perhitungan Nilai Tukar (Terms of Trade)

Term of Trade atau TOT adalah perbandingan kuantitatif (jumlah atau nilai)  antara  ekspor  dan  impor  yang mencerminkan  perkembangan  posisi perdagangan suatu negara untuk periode waktu tertentu. Difinisi lain dari Term of trade adalah besaran statistik yang mencerminkan daya tukar suatu barang lain antar dua negara baik dalam bentuk harga maupun volume.

Konsep TOT atau term of trade terbagi atas :
1)      Gross Barter Terms of Trade
Gross  Barter  Terms  of  Trade yaitu perbandingan  angka  indeks  volume  ekspor dengan angka indeks volume impor.



Diketahui :
G = gross barter term of trade
Qx1 = didapat dari nilai ekspor (jumlah dikalikan dengan harga) dibagi dengan harga rata-rata satuan ekspor.
Qm1 = didapat dari nilai impor (jumlah dikalikan dengan harga) dibagi dengan harga rata-rata satuan impor.


Contoh :
Qx1150 dan Qm1 = 125, maka dapat dihitung :



Rumus yang lebih sederhana yaitu  




Diketahui :
Qx = Indeks kuantitas ekspor
Qm = Indeks kuantitas impor
100 = Indeks tahun dasar

Bila  G  lebih  besar  dari  100  atau  terjadi kenaikan gross barter TOT, berarti perkembangan posisi  perdagangan  luar  negeri  negara  tersebut kurang baik atau kurang menguntungkan karena diperlukan  ekspor  yang  lebih  besar  untuk mendapatkan sejumlah impor tertentu.


2)      Net Barter Term of Trade atau Commodity TOT
Net  Barter  Terms  of  Trade adalah perbandingan  antara  indeks  harga  rata-rata barang ekspor dengan barang impor. 

Diketahui :
N = Net Barter Term of Trade
Px1 = Harga rata-rata satuan ekspor waktu sekarang
Px0 = Harga rata-rata satuan ekspor waktu tahun dasar
Pm1 = Harga rata-rata satuan impor waktu sekarang
Pm0 = Harga rata-rata satuan impor waktu tahun dasar

Harga rata-rata satuan ekspor dan impor selalu dinyatakan persentase. Oleh karenanya perumusan di atas dapat disederhanakan menjadi :
Diketahui :
Px  = Indeks harga ekspor
Pm = Indeks harga impor
100 = Indeks tahun dasar

Bila N lebih besar dari 100 atau kenaikan net barter TOT berarti terjadi perkembangan perdagangan luar negeri yang positif atau baik karena dengan nilai ekspor tertentu diperoleh nilai impor yang lebih besar.

Contoh

N-1950 = 100 (tahun dasar)
Px 1990 = 95 (angka indeks)
Pm 1990 = 110 (angka indeks)

Berdasarkan data di atas maka dapat dihitung:
Berarti untuk periode 1950/90 harga atau nilai ekspor (Px) turun sebanyak 13,64% dibandingkan nilai impornya (Pm).


3)      Income Terms of Trade



Konsep income TOT ini lebih penting bagi negara yang sedang berkembang (NSB), karena mencerminkan kemampuan NSB untuk mengimpor barang-barang modal pembangunan dari hasil ekspornya.

Contoh :

Qx 1990 = 120
Px 1990 = 95
Pm 1990 = 110




Berarti untuk periode 1950/1990, kemampuan mengimpor didasarkan pada penerimaan ekspor naik sebesar 3,63%, meskipun menurun Perubahan income TOT  ini penting bagi NSB karena berkaitan dengan kemampuannya untuk mengimpor barang-barang modal pembangunan.

4)      Capacity Terms of Trade
Capacity  Terms  of  Trade,  yaitu perbandingan  antara  indeks  harga  rata-rata ekspor dengan impor yang dikalikan dengan volume ekspor.

Konsep  ini  sering  disebut  dengan“Elastisitas Income”.



5)    Factorial Terms of Trade
Factorial  Terms  of  Trade yaitu perbandingan  harga  indeks  rata-rata  barang ekspor dengan indeks harga rata-rata barang impor yang dikaitkan dengan produktifitas.

a)   Single Factorial Term of Trade



Diketahui :
Zx = Produktifitas barang-barang ekspor
S = Single Factorial Term of Trade
= Rata-rata indeks harga barang impor dan ekspor



b)   Double Factorial Terms of Trade




Diketahui :
Zx = Produktifitas barang-barang ekspor
Zm = Produktifitas barang-barang impor
D  = Double Factorial Term of Trade
= Rata-rata indeks harga barang impor dan ekspor

Pada rumus Single Factorial Term of Trade, kita hanya mengaitkan rasio dari  ekspor dan  impor  dengan  produktifitas ekspor  atau  produktifitas  domestik,  tanpa melihat produktifitas sektor luar negeri. Kemudian pada rumus Double Factorial Term of Trade, telah dimasukkan produktifitas impor atau sektor luar negeri disamping sektor domestik. Konsep factorial of trade ini sering juga disebut dengan “Elastisitas Produk ”.

Analisis Grafik Pengaruh Kebijakan Proteksi terhadap TOT dan Perkembangan Perdagangan Internasional

Grafik Analisis TOT

USA = United States of America
UK = United Kingdom

Keterangan :
       
a)      Sumbu X menunjukkan ekspor food oleh USA atau impor food oleh UK.
b)      Sumbu Y menunjukkan ekspor cloth oleh UK atau impor cloth oleh USA.
c)    Pada keadaan awal, offer-curve USA (OC - USA) berpotongan dengan offer-curve UK   (OC - UK) pada titik E, sehingga terbentuk garis TOT.
d)   Bila UK melakukan kebijakan pembatasan impor pakaian dari USA, maka OC akan   bergeser menjadi OC’-USA dan memotong OC-UK pada titik H.
e)      Pada pertukaran di titik H dengan TOT2, terjadi :
1. Penurunan ekspor food USA (X - USA) besarnya sama dengan penurunan impor food UK (M - UK), yaitu dari OF0 menjadi OF1.
    2. Penurunan ekspor cloth UK (X - UK) besamya akan sama dengan penurunan impor cloth USA (M - USA), yaitu dari OC0 menjadi OC1.
f)    Pada titik H atau TOT2, karena penurunan ekspor food USA atau impor food UK lebih besar daripada penurunan ekspor cloth UK atau impor cloth USA. F0F1> C0C1, ini berarti TOT- USA menjadi memburuk, sedangkan TOT -UK membaik.
g) Jika USA melakukan pembalasan dengan mengadakan kebijakan pembatasan impor cloth dari UK sehingga ekspor cloth dari UK menurun, maka pertukaran akan terjadi pada titik G dengan TOT1 tetapi dengan volume perdagangan yang lebih kecil.
h)    Dengan tindakan pembalasan ini, TOT-USA akan membaik dan TOT-UK akan memburuk. Akan tetapi, kebijakan proteksi yang dijalankan oleh USA dan UK ini bukan hanya berpengaruh terhadap  TOT masing-masing negara. Lebih penting lagi adalah dampak negatifnya terhadap perkembangan atau pertumbuhan perdagangan internasional yang semakin menurun.


Sumber :
Apridar. 2007. Ekonomi Internasional; Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan dalam
Aplikasinya. Jakarta: Unimal Press.
Hady, Hamdy. 2001. Ekonomi Internasional; Teori dan Kebijakan Perdagangan

Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia

Dosen : Ali Muhli, SE., MM. Tugas Mata Kuliah Ekonomi Internasional. Kelompok 1. Bab 4-5 (Bagian 2)

Kebijakan Diskriminasi Harga Secara Internasional (DUMPING)

       A.    DUMPING
    Dumping adalah suatu kebijakan diskriminasi harga secara internasional (international price discrimination) yang dilakukan dengan menjual suatu komoditi di luar negeri dengan harga yang lebih murah (net of transportation cost, tariffs, etc.) dibandingkan yang dibayar konsumen di dalam negeri.
Ada tiga tipe dumping, yaitu sebagai berikut :
  1. Persistant dumping, yaitu kecenderungan monopoli yang berkelanjutan (continous) dari suatu perusahaan di pasar domestik untuk memperoleh profit maksimum dengan menetapkan harga yang lebih tinggi di dalam negeri daripada di luar negeri.
  2. Predatory dumping, yaitu tindakan perusahaan untuk menjual barangnya di luar negeri dengan harga yang lebih murah untuk sementara (temporary), sehingga dapat menggusur atau mengalahkan perusahaan lain dari persaingan bisnis. Setelah dapat memonopoli pasar, barulah harga kembali dinaikkan untuk mendapat profit maksimum.
  3. Sporadic dumping, yaitu tindakan perusahaan dalam menjual produknya di luar negeri dengan harga yang lebih murah secara sporadis dibandingkan harga di dalam negeri karena adanya surplus produksi di dalam negeri.

Secara grafis, analisis tentang dumping dapat diilustrasikan dengan grafik berikut :

Grafik Analisis Dumping


Grafik di atas, menjelaskan dampak kebijakan yang dijalankan Korea Selatan dalam menjual besi baja secara dumping ke AS. Diasumsikan harga besi baja per ton di pasar dunia sama dengan harga di dalam negeri Korea Selatan, yaitu sebesar. Dengan demikian, ceteris paribus, dalam keadaan perdagangan bebas (free trade), harga besi baja Korea Selatan di AS juga sebesar Pw dan impor AS sebesar MN.
Jika Korea Selatan menjalankan kebijakan dumping dengan menjual besi bajanya seharga ke AS, maka tentu jumlah impor besi baja AS dari Korea Selatan akan meningkat menjadi sebesar RS. Keadaan ini akan menyebabkan produksi besi baja di AS akan menurun dari OM menjadi OR.
Selanjutnya, jika Korea Selatan menurunkan harga besi bajanya menjadi P2, yaitu harga di bawah atau lebih rendah dari harga pokok produksi di AS maka tentu produsen di AS akan menghentikan produksinya dan perusahaan Korea Selatan tentu akan memonopoli pasar besi baja di USA. Kedaan yang merugikan karena praktek perdagangan yang tidak jujur ini (unfair trade practice) tentu tidak diinginkan oleh pemerintah dan masyarakat AS. Sesuai ketentuan GATT/WTO, pemerintah AS dapat mengambil tindakan anti-dumping dengan mengenakan anti-dumping duties sebesar kerugian yang dideritanya sesuai anti-dumping duties sebesar kerugian yang dideritanya sesuai Anti- Dumping Code (ADC).
            Berdasarkan ketentuan ADC ini, suatu negara dapat mengenakan anti-dumping duties apabila telah dibuktikan dengan “injury test”, yaitu suatu penyelidikan tentang apakah telah terjadi perdagangan luar negeri yang tidak jujur (unfair trade), sehingga menyebabkan kerugian bagi industri dalam negerinya.


Sumber :
Apridar. 2007. Ekonomi Internasional; Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan dalam Aplikasinya. Jakarta: Unimal Press.
Hady, Hamdy. 2001. Ekonomi Internasional; Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia

Dosen : Ali Muhli, SE., MM. Tugas Mata Kuliah Ekonomi Internasional. Kelompok 1. Bab 4-5 (Bagian 3)

INTERNATIONAL CARTEL

International cartel atau kartel internasional adalah suatu bentuk organiasi dari beberapa negara/perusahaan pemasok (supplier) produk tertentu yang sepakat membatasi produksi dan ekspor mereka dengan tujuan memonopoli sehingga dapat memaksimalkan keuntungannya. Contohnya OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries), IATA (International Air Transport Association), IBA (International Bauxite Association), dan lain-lain.
Kartel dapat mengalami kegagalan bila penetapan harga mereka sedemikian tingginya, sehingga mendorong munculnya produk pengganti (subtitute), ataupun proses produksi alternatif yang sebelumnya tidak/belum menguntungkan, misalnya minyak dari laut utara yang diexplorasi oleh Inggris dan Norwegia.
Ilustrasi  tentang  profit  maksimum  yang  diperoleh  dari  pembentukan  kartel  dapat  digambarkan  dengan  grafik  berikut :
Grafik Analisis Kartel


Keterangan :
MC = Marginal Cost
MR = Marginal Revenue
Dalam keadaan perfect competition kurva marginal cost (MC) akan sama dengan kurva supply dan kesimbangan  akan berada  pada  titik C yang merupakan titik potong  antara  kurva supply atau MC dan  kurva  demand  pada  harga  minyak $20 per barel.
Pada titik C ini, keuntungan yang diperoleh kartel belum mencapai maksimal. Jika kartel menaikan harga sedikit saja, misalnya menjadi $20,5 per barel, tentu kartel akan mendapat  keuntungan  karena  permintaan  hanya  mengalami  penurunan  sangat  kecil.
Sebaliknya  bila  kartel  menaikkan  harga  menjadi $95 per barel atau  pada titik  A, maka  tidak  akan ada  ekspor  minyak  karena  harganya  terlalu  tinggi. Untuk mencapai keuntungan  maksimum  bagi  kartel  (dalam keadaan monopoli), maka harga  minyak harus pada tingkat $50 atau pada titik B, yaitu MR berpotongan dengan  MC pada titik D. Maksimum profit yang akan diperoleh kartel adalah sebesar 30 juta barel X ($50-$5) = $1.350 juta per hari. Di lain pihak, dunia secara keseluruhan akan mengalami kerugian (world net loss) sebesar area BCD atau sekitar $450 per hari. Kesimpulan pembentukan kartel pada dasarnya hanya menguntungkan dan mementingkan kepentingan negara/perusahaan anggota kartel, tetapi merugikan perdagangan internasional secara keseluruhan.


Sumber :
Apridar. 2007. Ekonomi Internasional; Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan dalam
Aplikasinya. Jakarta: Unimal Press.

Hady, Hamdy. 2001. Ekonomi Internasional; Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional.
Jakarta: Ghalia Indonesia